“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.
Alinea kedua Pembukaan atau Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 isinya luar biasa. Maknanya historik, keramat! Bersejarah sebagai latar belakang peristiwa kelahiran Republik Indonesia dan bersejarah pula dalam makna falsafah kebangsaan dan kenegaraannya.
Selanjutnya, teramanatkan, berkat rahmat Allah, didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berperikehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Maka, dibentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.
Kebangsaan Indonesia disusun dalam UUD 1945 yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Deklarasi kemerdekaan dan Pembukaan UUD 1945 terurai dalam pasal/ayat konstitusi. Di antaranya, perihal kesejahteraan sosial dirumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Setiap tanggal 17 Agustus kita memperingati Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia. Tatkala deklarasi kemerdekaan dan pembukaan tersebut dibaca kembali, perasaan kita terharu, bergetar, bersyukur, bahkan menggugat. Makanya, setiap menjelang akhir tahun, sebaiknya kita memilih muhasabah atau contemplation.
Falsafah kebangsaan dan kenegaraan karya para pendiri bangsa dan negara (the founding fathers) tersebut amat historik dan keramat. Makna tersebut sekaligus ide besar atau cita agung yang memiliki tujuan riil. Ungkapan Perancis menyebut, ide dan cita yang historik dan keramat adalah l’ idee pousse a l acte. Ide dan cita-cita yang harus diwujudkan.
Memang benar, seharusnya kita memahami dan merasakannya. Getaran, keharuan, dan refleksi ide dan cita demikian menghadapi berbagai persoalan atau permasalahan yang dalam kenyataannya. Kenyataan menyangkut realisasi tujuan kemerdekaan serta sikap dan tindak pemimpin atau penyelenggara pemerintahan.
Tentunya, kita tidak bermaksud salah menyalahkan dan lempar melempar tanggung jawab. Dengan sikap kritis-konstruktif, kita mengakui kekurangan atau kelemahan masing-masing posisi kita bersama-sama, yakni mewujudkan amanah Indonesia merdeka. Utamanya, dalam konteks yang mendesak yaitu kemakmuran rakyat yang berkeadilan sosial serta kemajuan bangsa dan negara dalam konteks regional, global, dan mondial.
Republik Indonesia menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Di antaranya, pada satu sisi, yang strategis dan mencolok adalah kultur kekuasaan yang tidak bersih, apalagi asketis, seperti diteladankan para pendiri Republik Indonesia. Totalitas kita untuk mengabdi kepada bangsa dan negara yang mengendur. Praktiknya, kita cenderung menyalahgunakan kekuasaan melalui sikap dan tindak yang koruptif, kolusif, dan nepotistik!
Sikap dan tindak tersebut makin meluas dan mendalam dari pusat ke daerah-daerah. Komitmen pimpinan nasional dan lokal untuk memberantasnya tidak sungguh-sungguh, malahan tidak ada. Sehingga, Republik Indonesia belum berhasil menjadi Republik Indonesia yang bersih. Sikap dan tindak yang koruptif, kolusif, dan nepotistik belum sirna, perangnya gagal dimenangi. Banyaknya uang negara yang dikorupsi, misalnya, jelas menghambat kerja kita mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial.
Pada lain sisi, pemahaman dan praksis demokrasi kita baru sampai tahap sistem dan mekanisme yang prosedural, belum substansial. Padahal, nilai demokrasi harus dikembangkan melalui sikap dan tindak yang memperkuat falsafah kebangsaan dan kenegaraan. Esensi makna demokrasi harus dipahami dan dipraktikkan dalam kehidupan. Ada tuntutan pengorbanan bagi kepentingan rakyat banyak.
Jumlah warga miskin tercatat 21 juta orang. Suburnya praktik penyalahgunaan kekuasaan yang mengusik serta adanya berbagai persoalan atau permasalahan menuju amanah Indonesia merdeka mengganggu kenikmatan kita setiap merayakan hari ulang tahun kemerdekaan dan pergantian tahun lama ke tahun baru. Hambatan dan tantangan kita bersama-sama yang ditanggung jawabi juga bersama-sama. Komitmen yang harus terus menerus diperbarui seiring muhasabah sebagai refleksi akhir tahun.