imsitumeang

Archive for September, 2016|Monthly archive page

Tiga Pasangan Bakal Calon Akan Beradu Gagasan dan Program

In Uncategorized on f 25, 16 at 9:50 am

Tiga pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mendaftar di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta tanggal 23 September 2016, yakni Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono dan  Sylviana Murni, serta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama partai pendukung (Partai NasDem, Partai Golkar, dan Partai Hanura) menyerahkan berkas-berkas Basuki-Djarot. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDI-P) Megawati Soekanoputri turut mengantar mereka ke kantor KPU DKI Jakarta di jalan Salemba Raya nomor 15, Jakarta. Agus – Sylviana diusung empat partai, yaitu Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN), sedangkan Anies – Sandiaga diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

KPU DKI Jakarta memeriksa berkas-berkas persyaratan pencalonan dan memverifikasinya.  Setelah KPU DKI Jakarta menyatakan persyaratan lengkap, ketiga pasangan bakal calon memberi keterangan pers.

Dengan begitu, KPU DKI Jakarta menerima tiga pasangan bakal calon yang akan mengikuti pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tanggal 15 Februari 2017. Ketiga pasangan bakal calon mengikuti tes kesehatan tanggal 24 September 2016 di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoharjo dan dan tes narkoba tanggal 25 September 2016 di Badan Nasional Narkotika (BNN). Berikutnya, KPU DKI Jakarta menetapkan pasangan calon tanggal 24 Oktober 2016, pengundian dan pengumuman nomor tanggal 25 Oktober 2016, serta tanggal 28 Oktober 2016 – 11 Feburari 2017 masa kampanye.

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta menjadi momentum warga DKI Jakarta untuk menentukan pemimpinnya selama lima tahun mendatang. Oleh karena itu, warga DKI Jakarta harus mengetahui sosok gubernur dan wakil gubernur yang akan dipilihnya. Peran serta masyarakat yang mampu mendorong tumbuh kembangnya kesadaran serta tanggung jawab menggunakan haknya.

Masyarakat yang peduli pemilu akan melahirkan embrio komunitas peduli demokrasi yang bersama-sama membangun mutu pemilu. Entitas masyarakat peduli pemilu merupakan unsur penting dalam pematangan demokrasi, karena mereka yang membangun wacana, menggerakkan partisipasi, dan melahirkan kritik-autokritik terhadap narasi demokrasi. Eksistensi entitas ini justru memperkuat masyarakat sipil dalam berkontribusi bagi penguatan demokrasi. Kematangan masyarakat dalam berdemokrasi merupakan situasi kondisi ideal bagi perkembangan demokrasi keseluruhan sebuah bangsa.

DKI Jakarta menjadi barometer Indonesia dalam penyelenggaraan pemilu lokal. Sejumlah kejutan terjadi. Misalnya, Prabowo Subianto mendorong Anies sebagai bakal calon gubernur. Padahal, kita masih ingat Anies selaku juru bicara Joko Widodo – Muhammad Jusuf Kalla dalam pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014. Anies terkena reshuffle sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Kerja. Informasi yang beredar, bukan Anies yang mendekati Prabowo, melainkan pihak Prabowo yang mengajak Anies. Awalnya Anies menolak, tapi akhrinya dia menerima tawaran itu.

Kejutan lain, Susilo Bambang Yudhoyono mengusung nama anaknya, Agus, sebagai bakal calon gubernur. Tanggapan orang pun beragam. Antara lain, dia dituduh membangun politik dinasti. Karena alasan itu, koalisi kekeluargaan pecah. Koalisi yang dibentuk untuk melawan petahana itu mengusung pasangan calonnya sendiri-sendiri. Salahkah SBY membangun politik dinasti?

Demokrasi modern tidak menabukan politik dinasti. Di Amerika Serikat saja sebagai pionir demokrasi juga berkembang politik dinasti. Di antaranya keluarga Kennedy, Bush, dan Clinton. Mereka mewarnai dunia perpolitikan negeri Paman Sam saat ini. Politik dinasti memang diidentikkan dengan sistem kekuasaan monarki atau kerajaan, karena kekuasaan diturunkan kepada ahli waris sang penguasa. Tapi dalam demokrasi modern, politik dinasti harus melalui proses promosi atau ujian yang sulit.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh rakyat atau pilkada telah digelar lebih satu dekade sejak pertama kalinya tahun 2005. Semestinya, masyarakat kita kian dewasa. DKI Jakarta bersama 100 daerah lainnya akan menggelar pilkada serentak tanggal 15 Februari 2017. Meski pilkada digelar di 101 daerah di Indonesia, pilkada DKI Jakarta tergolong yang paling menyedot perhatian publik. Bukan karena Basuki alias Ahok melainkan karena DKI Jakarta sering disebut sebagai Indonesia berwujud mini. Beragam etnik di seluruh Indonesia bermukim di DKI Jakarta.

Maka, isu-isu primordial menjadi amunisi. Bisa sebagai kampanye hitam atau kampanye putih. Isu-isu primordial yang menyertai pilkada itu bukan membuktikan ketidakdewasaan masyarakat. Isu-isu primordial bisa menjadi amunisi pemicu konflik jika pasangan bakal calon tidak berhati-hati. Bisa menjurus rasialisme. Serangan sektarian bisa mengoyak pluralisme. Pemilih yang cerdas tidak akan termakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ceruknya makin sempit, hanya memengaruhi segelintir pemilih. Meski begitu, isu SARA harus diwaspadai karena dapat membahayakan jika direproduksi terus-menerus di ruang publik.

Pemilih Jakarta digolongkan moderat dalam menentukan dukungannya tanpa mempertimbangkan asal usul agama dan etnik. Pemilih yang moderat adalah modal sosial untuk menumbuhkembangkan demokrasi yang rasional. Bagi pemilih yang moderat-rasional, wajib hukumnya memilih kandidat terbaik yang mampu menyelesaikan persoalan DKI Jakarta. Tidak memilih hanya karena isu-isu primordial, apalagi dipengaruhi iming-iming uang. Ketiga pasangan bakal calon diharapkan mengadu gagasan dan program.

Kontestasi untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 telah dimulai. Tidak sepatutnya ‘duel’ ketiga pasangan calon diwarnai isu-isu remeh temeh. Pertarungan harus dibangun di atas ideologi serta visi dan misi. Kita mendorong ketiga pasangan menjaga komitmen bagi kompetisi yang jujur dan adil. Kita ingin pilkada DKI Jakarta menjadi kesempatan bagi para kontestan dan warga DKI Jakarta untuk memperkukuh demokrasi kita. Apalagi, DKI Jakarta merupakan barometer Indonesia.

Kita harus memastikan pilkada DKI Jakarta tidak menggerus keberagaman.